Takijiro Ohnishi si Penggagas Kamikaze

Takijiro Ohnishi si Penggagas Kamikaze

Laksamana Jepang yang menjadi penggagas serangan bunuh diri terkenal bernama kamikaze ini lahir di Hyogo pada tahun 1891. Dia lulus dari Akademi Angkatan Laut pada tahun 1912, dan sejak awal kariernya sebagai perwira muda, dia telah mendapatkan pelatihan untuk merintis penerbangan Angkatan Laut antara tahun 1915 dan 1918. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Takijiro Ohnishi dalam kariernya di Angkatan Laut lebih banyak berhubungan dengan kekuatan udara Angkatan Laut Jepang. Selama dua tahun ditempatkan di Inggris dan Prancis sebagai resident officer (1918-1920), Ohnishi banyak mengamati dan mempelajari tentang pengembangan kekuatan udara Angkatan Laut kedua negara Eropa tersebut.

kamikaze

Sekembalinya ke Jepang, Ohnishi menjadi instruktur hebat di Sekolah Udara Angkatan Laut di Kasumiga Ura, dan kemudian diangkat sebagai komandan Kesatuan Udara Angkatan Laut di Sasebo pada tahun 1926. Pada tahun 1928, ia dipindahkan dari pangkalan udara Angkatan Laut di darat ke kapal induk Hosho untuk memimpin sayap udara di kapal tersebut. Selanjutnya, Ohnishi bertugas sebagai staf Armada Ketiga yang berbasis di Shanghai, yang mulai dikuasai Jepang pada tahun 1932. Ia terlibat dalam perencanaan serangan udara terhadap berbagai target di China. Pada tahun 1935, Ohnishi termasuk di antara perwira Angkatan Laut yang gencar mengusulkan agar kapal induk menjadi elemen utama dalam kekuatan serang armada, karena ia sangat percaya pada potensi kekuatan udara kapal induk.

Pada awal tahun 1941, dengan pangkat laksamana muda, Takijiro Ohnishi diangkat sebagai Kepala Staf Armada Udara Kesebelas. Bersama dengan Komandan Minoru Genda dan pemikir Angkatan Laut lainnya, Ohnishi terlibat dalam studi rahasia mengenai kemungkinan penyerangan terhadap Pearl Harbor, yang kemudian dilaksanakan pada 7 Desember 1941. Ketika perang pecah, pasukan udara yang dipimpinnya melancarkan serangkaian serangan yang menghancurkan kekuatan udara Amerika di Filipina.

Kemudian, sebagai laksamana madya, pada tahun 1943, ia ditugaskan memimpin Armada Udara Pertama di Filipina pada Oktober 1944, dengan tugas utama menggagalkan invasi Amerika. Dalam posisi komando ini, Laksamana Ohnishi dapat mewujudkan gagasannya mengenai pembentukan resmi kesatuan khusus serangan bunuh diri atau kamikaze untuk melawan serangan Amerika di Teluk Leyte. Dalam mendesakkan gagasan ini, Ohnishi sangat dipengaruhi oleh campuran antara kepercayaan mistis dan perhitungan praktis mengenai kemungkinan hasilnya. Filosofi Bushido yang dipegangnya, yang mengajarkan kesetiaan mutlak, kepatuhan, dan pengorbanan diri, menjadi jiwa dari kamikaze.

kamikaze

Perwira tinggi Angkatan Laut ini termasuk yang teguh memegang prinsip untuk bertempur sampai mati. Ketika pada Mei 1945 diangkat sebagai Wakil Kepala Staf dari Staf Umum Angkatan Laut Kekaisaran, Ohnishi dengan tegas mendukung berlanjutnya perang, meskipun situasi menunjukkan bahwa harapan Jepang sudah habis. Karena itu, saat mendengar pengumuman kekalahan Jepang oleh Kaisar pada 15 Agustus, ia pun bunuh diri pada pagi 16 Agustus, setelah malam sebelumnya mengundang beberapa perwira stafnya untuk jamuan perpisahan di rumahnya.

Asisten Ohnishi membacakan penyerahan Jepang kepada Sekutu, diikuti oleh ritual bunuh diri Ohnishi keesokan harinya. Pagi itu, ajudannya diberitahu bahwa Laksamana Ohnishi telah melakukan harakiri, ritual bunuh diri. Ajudan segera menuju rumah laksamana dan menemukannya dalam keadaan sekarat tetapi masih sadar. Ohnishi telah merobek perutnya dan mencoba memotong lehernya sendiri, tetapi tampaknya gagal karena kekurangan tenaga. Dia melarang ajudannya untuk mencari bantuan medis atau mempercepat kematiannya. Dengan sengaja, dia membiarkan dirinya menderita sampai meninggal pada pukul 18.00.

Sebelum melakukan harakiri, Takijiro Ohnishi menuliskan pesan terakhirnya yang menyatakan pujian dan penghargaan kepada para pilot kamikaze. “Mereka bertempur dan gugur dengan gagah berani, dengan keyakinan terhadap kemenangan akhir kita. Dalam kematian, saya berharap dapat berdamai dengan kegagalan saya dalam mencapai kemenangan, dan saya mohon maaf kepada jiwa para penerbang yang telah gugur serta keluarga mereka yang berduka. Saya harapkan generasi muda Jepang menemukan moral dalam kematian saya…”

Diperkirakan sekitar 2.550 misi serangan bunuh diri kamikaze dilakukan dari 25 Oktober 1944 hingga akhir perang pada 15 Agustus 1945. Sebanyak 363 serangan kamikaze mencapai atau hampir mencapai target, menyebabkan kerusakan pada kapal yang diserang. Dari serangan tersebut, tidak kurang dari 71 kapal Sekutu tenggelam atau hancur hingga tidak bisa diperbaiki lagi. Lebih dari 6.600 personel Sekutu dilaporkan tewas akibat serangan kamikaze.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *