Mary Bell, The Real Bocil Kematian!

mary bell

Sepanjang sejarah, kita sering menemukan berbagai peristiwa pembunuhan. Meskipun pembunuhan selalu dianggap salah, kenyataannya, hal ini terus terjadi hingga kini. Alasan di balik tindakan ini bervariasi, mulai dari pelaku yang terjebak dalam kebencian dan emosi, hingga mereka yang memiliki niat jahat dan siap melakukan apa saja untuk mencapai tujuan mereka. Saat membicarakan pembunuhan, banyak dari kita mungkin langsung membayangkan pelakunya adalah orang dewasa. Namun, pernahkah Anda tahu bahwa ada kasus pembunuhan terkenal yang dilakukan oleh seorang anak kecil? Mary Bell adalah contoh nyata dari hal ini. Gadis asal Inggris ini terlihat polos dan tidak berdaya. Namun, di balik penampilannya yang tampak biasa, Mary adalah seorang pembunuh berantai yang telah menghabisi nyawa setidaknya dua orang. Lebih mengejutkannya lagi, Mary melakukan pembunuhan ini saat usianya baru 11 tahun.

Mary Bell Lahir di Lingkungan yang Keras

mary bell

Mary Flora Bell lahir pada 26 Mei 1957 di Corbridge, Inggris. Ia adalah putri Elizabeth Bell, seorang pelacur yang populer & sering berganti-ganti pasangan dan berhubungan dengan banyak pria. Karena Elizabeth terlibat dengan banyak pria, tidak ada yang tahu siapa ayah biologis Mary ketika ia lahir. Mary percaya bahwa ayahnya adalah William Bell, seorang penjahat kambuhan dan pemabuk.

Mary menghabiskan masa kecilnya di lingkungan kumuh kota Newcastle, di mana kekerasan dan kejahatan adalah hal biasa. Lingkungan ini secara perlahan mempengaruhi perkembangan Mary. Selain itu, ia tidak bisa mengandalkan ibunya sebagai teladan atau pelindung karena Elizabeth sering meninggalkan rumah dan menelantarkan Mary, membuat Mary harus berjuang sendiri untuk mendapatkan makanan.

Jika itu masih belum cukup, Elizabeth juga pernah beberapa kali mencoba membunuh Mary tanpa ketahuan dengan cara mendorongnya hingga jatuh dan memaksa Mary meminum obat tidur dalam dosis besar. Namun itu semua ternyata masih belum seberapa. Elizabeth juga pernah memaksa Mary melakukan hubungan badan dengan pria-pria hidung belang yang menjadi pelanggannya.

Akibat kerap ditelantarkan dan dikasari oleh ibunya sendiri, Mary pun kemudian tumbuh menjadi sosok yang gemar berbuat onar. Ia kerap berkelahi dengan anak-anak lainnya. Kemudian saat bergaul dengan teman-teman sebayanya, Mary kerap membual dan berkata kalau dirinya adalah seorang pembunuh. Tidak ada yang tahu kalau di kemudian hari, Mary bakal benar-benar menyeriusi bualannya tersebut.

Menjadi Pembunuh Berantai di Usia 11 Tahun

mary bell

Pada 11 Mei 1968, Mary dan temannya, Norma Joyce Bell, bermain dengan seorang anak berusia 3 tahun. Selama bermain, anak tersebut meninggal karena terjatuh. Karena insiden ini dianggap sebagai kecelakaan, Mary dan temannya tidak dinyatakan bersalah. Keesokan harinya, Mary kembali terlibat masalah ketika seorang ibu dari tiga anak melaporkannya ke polisi. Ibu tersebut menuduh Mary telah menyerang dan mencekik anak-anaknya. Setelah menerima laporan tersebut, polisi menangkap dan menginterogasi Mary, tetapi ia dilepaskan setelah diberi nasihat.

Namun, Mary masih belum berhenti membuat masalah. Beberapa hari kemudian, ia mencekik seorang anak berusia 4 tahun bernama Martin Brown hingga meninggal. Setelah pembunuhan pertamanya, Mary tidak berhenti. Pada 31 Juli, seorang anak berusia 3 tahun bernama Brian Howe menghilang dan tidak kembali ke rumahnya.

Saat polisi menyelidiki, mereka menemukan Brian dalam keadaan tidak bernyawa di bawah tumpukan beton. Brian meninggal karena dicekik. Lebih mengerikan lagi, polisi menemukan luka sayatan di perut dan kakinya. Dengan menganalisis kedalaman luka pada perut Brian, polisi menduga pelaku pembunuhan adalah anak-anak. Polisi kemudian menyelidiki anak-anak di daerah tersebut.

Terungkapnya Mary Bell Sebagai Pelaku

Setelah menginterogasi Mary dan Norma, polisi segera mencurigai keduanya. Ketika diminta untuk memberikan alibi mengenai keberadaan mereka pada waktu yang sama dengan kematian Brian, keterangan mereka justru bertolak belakang. Kesaksian dari orang-orang sekitar yang menyebutkan bahwa Mary sering berperilaku kasar hanya memperkuat kecurigaan polisi. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, polisi menyimpulkan bahwa Mary dan Norma adalah pelaku pembunuhan Brian. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa Mary terlibat dalam pembunuhan Martin beberapa hari sebelumnya.

Berita ini segera mengejutkan masyarakat Inggris, yang tidak pernah menduga bahwa gadis muda seperti Mary bisa melakukan pembunuhan yang begitu kejam. Wartawan pun berlomba-lomba untuk menggali informasi lebih dalam tentang kehidupan pribadi Mary. Elizabeth, ibu kandung Mary, justru memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadinya. Dengan imbalan uang dari wartawan, Elizabeth merilis berbagai cerita tentang kehidupan Mary.

Pakar kejiwaan yang memeriksa Mary menyimpulkan bahwa gadis tersebut menunjukkan gejala-gejala psikopat. Ada kekhawatiran bahwa jika Mary dibiarkan bebas karena usianya yang masih muda, ia akan mengulangi perbuatannya kepada anak-anak lain. Dengan pertimbangan tersebut, ketika Mary dan Norma diadili pada Desember 1968, Mary dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara, sementara Norma dibebaskan.

Kehidupan Sang Bocah Kematian Setelah Keluar Penjara

Mary menjalani hukuman penjara hingga tahun 1980. Setelah dibebaskan, dia memutuskan untuk mengganti identitas agar bisa menjalani hidup normal. Awalnya, Mary mampu menjalani kehidupan barunya dengan baik. Pada tahun 1984, dia bahkan melahirkan seorang anak perempuan. Namun, pada tahun 1998, wartawan setempat berhasil mengungkap identitas baru Mary. Saat itu, Mary diketahui tinggal di Sussex, pantai selatan Inggris.

Khawatir akan gangguan dari masyarakat sekitar, Mary dan putrinya pindah ke lokasi baru yang dirahasiakan dengan pengawalan polisi. Namun, Mary tidak ingin hidupnya dan putrinya terus dibayangi stigma sosial. Dia membawa kasus ini ke pengadilan, meminta perlindungan hukum agar dia dan keturunannya bisa hidup dengan identitas baru tanpa gangguan.

Permohonan Mary dikabulkan pada tahun 2003. Sejak itu, Mary dan putrinya dapat hidup dengan identitas baru tanpa harus khawatir masa lalunya terbongkar. Kasus Mary kini dikenang sebagai contoh bagaimana seseorang yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan dapat menjadi keras pula, bahkan di usia muda. Kesulitannya dalam menjalani hidup normal juga menjadi pengingat bahwa tindakan di luar batas dapat membawa aib dan konsekuensi berat sepanjang hidup. Ingatlah selalu untuk menyebarkan kasih sayang.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *