Pernahkah kalian merasa kesepian, duduk sendirian di depan laptop seharian sambil browsing internet untuk mencari hiburan atau hanya melamun di kamar, memikirkan kenapa hidup kalian seperti ini? Saat berpikir seperti itu, coba renungkan lagi bahwa sebagai manusia, kita masih memiliki banyak sekali anggota dalam spesies ini, baik di sekitar lingkungan kita maupun di seluruh dunia. Kesepian yang dialami seseorang biasanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan bersosialisasi dan keengganan untuk membuka diri kepada orang lain. Berbeda dengan beberapa hal yang dianggap paling kesepian di dunia ini, mereka adalah makhluk atau benda yang berada di suatu tempat sendirian dan terkenal sebagai satu-satunya yang tersisa dalam spesiesnya. Selama bertahun-tahun, bahkan mungkin sampai akhir dunia, mereka akan selalu sendiri dan merasa kesepian.
Paus Biru 52 Hertz
Paus Biru 52 Hz adalah salah satu makhluk paling kesepian di dunia. Hewan raksasa ini mendiami laut dalam dan dikenal sebagai salah satu hewan terbesar di lautan. Kesepiannya disebabkan oleh frekuensi komunikasinya yang unik, yaitu 52 Hz, berbeda dengan paus lain yang berkomunikasi pada frekuensi 10-39 Hz. Karena perbedaan ini, panggilan dari Paus Biru 52 Hz tidak bisa didengar oleh paus lain, membuatnya tidak bisa berinteraksi dengan mereka dan merasa sendirian.
Hingga kini, ilmuwan belum pernah melihat Paus Biru 52 Hz secara langsung; mereka hanya bisa mendengar nyanyiannya melalui alat pendeteksi sonar milik angkatan laut. Sayangnya, panggilannya tidak pernah mendapat respons dari paus lain, bahkan ketika berada dekat dengan mereka, karena perbedaan frekuensi ini. Kisah paus yang kesepian ini telah diangkat dalam dokumenter, album, bahkan ada yang membuat akun Twitter dan sebuah film tentangnya. Namun, sampai sekarang, Paus Biru 52 Hz tetap mengarungi lautan sendirian.
Pohon Tenere
Pohon Tenere adalah salah satu hal paling kesepian di dunia. Pohon ini satu-satunya yang pernah hidup dan tumbuh di area seluas 400 km persegi di Gurun Sahara. Diperkirakan berusia lebih dari 300 tahun, pohon ini mungkin sudah ada bahkan sebelum Sahara menjadi gurun. Dulunya, ada pohon-pohon kecil lain di sekitarnya, tetapi setelah sebuah penggalian mata air pada tahun 1938, satu per satu pohon-pohon kecil itu mati, menyisakan hanya Pohon Tenere yang bertahan di tengah gurun yang semakin kering.
Sayangnya, setelah bertahun-tahun berdiri kokoh dalam kesendiriannya, Pohon Tenere akhirnya roboh ketika seorang pengemudi truk mabuk secara tidak sengaja menabraknya. Kejadian ini awalnya membuat banyak orang marah, tetapi karena pengemudi tersebut menunjukkan penyesalan dengan menyerahkan sisa-sisa pohon kepada pihak berwenang, orang-orang menyadari bahwa ini murni kecelakaan. Kini, sisa-sisa Pohon Tenere dapat dilihat di Museum Nasional Niger, dan di tempat tumbuhnya dulu dipasang sebuah tiang besi untuk mengenang ketangguhan Pohon Tenere yang mampu bertahan sendiri di tengah Gurun Sahara selama bertahun-tahun.
Man In The Hole
Bayangkan jika salah satu anggota keluarga, teman, atau suku Anda hidup sendirian di dunia ini. Itulah yang dialami oleh seorang pria yang dikenal sebagai “Man In The Hole”. Tidak ada informasi pasti mengenai identitas pria ini atau orang-orang yang dapat memberikan keterangan tentang dirinya. Yang diketahui hanyalah bahwa pria ini menggali lubang sedalam 2 meter di dalam gubuk yang ia bangun dengan daun pohon palem di sebuah pulau kecil di hutan hujan Amazon. Pada awalnya, para peneliti mengira bahwa lubang yang digali pria ini adalah metode berburu, namun teori ini belum dapat dipastikan karena tidak ada orang yang pernah berkomunikasi dengannya atau dengan anggota sukunya.
Menurut FUNAI (Perhimpunan Orang Indian Brasil), yang pertama kali menyelidiki Man In The Hole setelah mendengar rumor tentang seorang pria yang hidup sendiri di hutan, rumor ini awalnya dibantah oleh para pembalak hutan yang ingin meratakan tempat tinggal Man In The Hole. Namun, setelah menemukan fakta bahwa Man In The Hole adalah satu-satunya yang selamat dari dua peristiwa pembantaian yang memusnahkan seluruh keluarga dan anggota sukunya, FUNAI menetapkan bahwa area seluas 80 kilometer persegi di sekitar tempat tinggal Man In The Hole sebagai wilayah terlarang bagi para pengembang. Tanah tersebut adalah tanah adat yang telah dihuni oleh suku setempat sejak dahulu kala dan merupakan hak dari Man In The Hole sebagai keturunan suku tersebut. Sayangnya, deklarasi ini tidak menghentikan para pembalak liar yang menyerang Man In The Hole pada tahun 2009. Namun, pria ini berhasil selamat dari serangan tersebut, dan sejauh yang diketahui, dia masih tinggal sendirian sambil terus menggali lubang misteriusnya.