Misteri Topeng Hijau Gua Made dari Jombang Jawa Timur

Gua made

Para peneliti arkeologi Indonesia, dengan bantuan Anacleto Spazzapan, seorang ahli geometri dari Italia, telah mulai melakukan penelitian spektakuler di situs arkeologi Gua Made yang terletak di desa Made, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Jawa Timur sejak tahun 2006. Sebelum penelitian ini dimulai, masyarakat setempat telah menemukan banyak topeng perunggu. Topeng-topeng ini memiliki berbagai bentuk, namun seperti umumnya topeng, yang digambarkan hanya bagian penutup wajah. Ada juga yang berbentuk patung dada, yang meliputi kepala hingga dada (torso), serta topeng yang hanya menggambarkan kepala hingga leher. Ukuran topeng bervariasi, dan beberapa contoh dapat dilihat dalam foto-foto berikut.

gua made

Artefak perunggu dari Goa Made tahun 2006 dan 2007, yang terletak di Desa Made, Kecamatan Kudu, mencakup lebih dari 100 macam benda, terutama topeng, tetapi juga termasuk artefak lain seperti:

  1. Figur gajah,
  2. Babi hutan yang dikendarai manusia,
  3. Tabung silindris dengan puncak kepala manusia ganda (menghadap ke depan-belakang),
  4. Berbagai wadah seperti: bejana upacara, kendil, kendil bertumpuk, dan lain-lain,
  5. Figur perempuan sedang menyusui anaknya,
  6. Gajah yang marah, belalainya membungkus dan menginjak orang-orang, dengan pengendara yang meniup terompet digambarkan di punggungnya,
  7. Kereta yang dikendarai oleh beberapa orang yang ditarik oleh gajah, dan sebagainya.

Penemuan paling terkenal adalah topeng perunggu yang sebagian berwarna hijau, menggambarkan pentingnya wilayah ini pada masa lampau. Melalui beragamnya artefak perunggu yang ditemukan di situs Goa Made dan sekitarnya, terungkap bahwa daerah tersebut memegang peranan krusial dalam kehidupan manusia pada masa lalu. Fokus pembahasan selanjutnya akan terpusat pada topeng perunggu, sebuah objek yang belum pernah tercatat dalam sejarah arkeologi Indonesia, sementara benda-benda lainnya akan diselidiki dalam penelitian mendatang.

Pada pandangan awal, wajah-wajah yang tergambar pada topeng-topeng tersebut menunjukkan ciri-ciri yang tidak khas bagi orang Jawa atau Indonesia pada umumnya. Wajah-wajah tersebut umumnya memiliki mata dengan sudut yang salah satu naik lebih tinggi dari sudut yang lainnya, serta mata yang sempit pada beberapa topeng. Selain itu, alis yang melengkung di atas mata, mengikuti bentuk mata yang miring, menyerupai ciri-ciri wajah bangsa-bangsa Mongoloid di Asia.

Beberapa arkeolog Indonesia mengaitkan situs Gua Made dengan periode Majapahit, berdasarkan temuan artefak perunggu dan batu yang dapat diidentifikasi dari era tersebut. Artefak khas Majapahit ini ditemukan dalam penggalian arkeologi pada tahun 2006, hasil kerja sama antara arkeolog Indonesia dan ahli dari Italia. Temuan tersebut mencakup topeng perunggu, pecahan benda-benda perunggu, dan pecahan clupak batu (lampu minyak).

Temuan lainnya dari sekitar situs Gua Made juga menunjukkan bahwa banyak artefak perunggu berasal dari zaman Majapahit, seperti patung gajah, perempuan menyusui, perempuan dan anak-anak dalam perahu dengan hiasan bentuk kepala berang-berang, serta kereta yang ditarik gajah. Hal menarik lainnya adalah adanya arca bhiksu dan dewa-dewa Buddha bergaya Cina, menunjukkan keterkaitan dengan abad ke-13-14, periode yang sama dengan kejayaan Majapahit.

Yang patut diperhatikan dan perlu dijelaskan adalah jumlah artefak berbentuk topeng yang memiliki ciri-ciri wajah yang berbeda dengan orang Melayu. Pada beberapa artefak batu dan nekara perunggu dari masa prasejarah di Indonesia, terdapat penggambaran wajah-wajah yang tidak khas Melayu. Artefak perunggu yang ditemukan di Goa Made, Kabupaten Jombang, misalnya, terbuat dari campuran tanah liat dan logam, yang dikenal sebagai cermet, yang pada zamannya merupakan teknologi yang unik. Topeng ini berumur sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi, menimbulkan pertanyaan baru tentang sejarah peradaban di Jombang dan bahkan Asia Tenggara. Meskipun awalnya dianggap sebagai artefak Majapahit, penelitian terbaru menunjukkan bahwa mereka berasal dari abad ke-10 SM, mengubah pemahaman kita tentang sejarah pulau-pulau di Asia Tenggara.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *