Biasanya, orang menempati rumah mereka di daratan, karena kebanyakan rumah dibangun di atas tanah. Namun, beberapa orang tidak mampu membeli atau memiliki rumah, dan akhirnya menjadi gelandangan. Seiring dengan itu, karena kehidupan di permukaan tidak lagi layak, sebagian orang memilih untuk tinggal di bawah tanah bersama dengan sampah atau hewan tikus got. Ini adalah kisah para penghuni yang telah menjalani hidup dibawah tanah selama bertahun-tahun.
Shuzu, Komunitas Tiongkok yang Hidup Dibawah Tanah
Shuzu, atau dikenal pula dengan nama Rat Tribes (suku tikus), adalah penduduk Tiongkok yang hidup di bawah tanah. Jumlah dari Shuzu ini cukup banyak, mencapai lebih dari 1 juta orang, atau sekitar 5 persen dari penduduk Beijing. Kebanyakan dari mereka adalah anak muda yang meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di Beijing. Ruang bawah tanah ini awalnya digali sebagai tempat berlindung dari serangan udara pada zaman perang Sino-Soviet pada tahun 1969 atas perintah Mao Tse-tung.
Setelah Mao wafat, ruang bawah tanah ini kemudian dikomersilkan oleh pemerintah, dan dari situlah mulai banyak yang menyewa tempat bawah tanah ini. Banyak anak muda yang menyewa ‘kamar’ bawah tanah ini, karena mereka tak mampu untuk menyewa apartemen biasa yang luar biasa majal, atau hanya untuk sekadar menabung uang untuk masa depan mereka, dibandingkan habis hanya untuk sewa apartemen. Mereka bisa menyewa kamar bawah tanah ini dengan harga lebih murah 50 persen dari apartemen biasa yang berada di atas tanah.
Anak-anak muda yang berada di bawah tanah ini kerap mendapatkan diskriminasi dikarenakan kondisi kehidupan mereka. Mereka bahkan tak memberitahu keluarga mereka jika mereka hidup di bawah tanah. Terkadang pula yang menyewakan ruang bawah tanah itu melarang para penyewa untuk menjemur kasur mereka di luar.
Takut Diburu dan Dibunuh, Gelandangan Kolombia Hidup Dibawah Tanah
Selama tahun 1990-an, gelandangan di Kolombia sering kali menjadi target pengejaran dan pembunuhan. Untuk menghindari bahaya tersebut, banyak gelandangan memilih untuk tinggal di bawah tanah atau di saluran pembuangan bersama dengan tikus dan sampah agar tidak mudah ditemukan oleh para pemburu.
Alasan di balik pengejaran terhadap para gelandangan ini adalah karena dianggap mengganggu oleh para pebisnis kaya, yang kemudian menginstruksikan polisi atau mantan anggota militer untuk menghilangkan mereka. Meskipun mereka bersembunyi di tempat yang terpencil, para gelandangan tetap tidak aman.
Para petugas keamanan sering kali menuangkan bensin ke dalam saluran pembuangan dan membakarnya, menyebabkan kebakaran yang mengancam nyawa para gelandangan. Kejadian tragis ini bahkan menimpa 22 korban, yang kebanyakan adalah anak-anak, sebagai akibat dari tindakan tersebut. Pada periode antara tahun 1988 dan 1993, laporan menunjukkan bahwa sekitar 2 ribu gelandangan tewas, dengan tambahan 215 korban pada pertengahan tahun 1994. Perkiraan saat ini menunjukkan bahwa sekitar 345 gelandangan dibunuh setiap tahunnya di Kolombia.
Hidup Tanpa Ibu dan Ayah, Para Yatim Piatu di Rumania Tinggal Dibawah Tanah
Di Bukares, Rumania, sistem saluran air menjadi tempat tinggal bagi sebagian warga negara. Mayoritas dari mereka adalah anak yatim yang terpaksa bermukim di saluran tersebut sejak kecil. Mereka terdampak perubahan pemerintahan pada tahun 1989 yang mengakibatkan penutupan panti asuhan tempat mereka tinggal, memaksa mereka untuk mencari tempat lain untuk tinggal, yaitu saluran pembuangan.
Meskipun disebut sebagai saluran pembuangan, tempat ini menjadi rumah bagi mereka yang harus bertahan dengan air kotor dan sampah yang melimpah di sekitarnya. Kehidupan di saluran pembuangan ini sangat sulit. Mereka tidur di atas kain yang sudah lusuh tanpa kasur, dan seringkali harus mencari makanan dari sampah untuk bertahan hidup. Kondisi ini juga menyebabkan banyak di antara mereka terjerumus ke dalam penggunaan obat-obatan terlarang.
Seorang figur yang disebut sebagai Bruce Lee menjadi pemimpin tak resmi bagi komunitas ini, mengatur siapa yang boleh tinggal di saluran pembuangan. Menurutnya, penggunaan obat-obatan adalah cara bagi banyak orang untuk melupakan masalah mereka.
Tidak hanya orang dewasa, tetapi juga banyak anak-anak tinggal di saluran pembuangan ini. Sebagian besar dari mereka lahir dan besar di lingkungan tersebut, tanpa memiliki tempat lain yang bisa mereka sebut sebagai rumah. Meskipun ada usaha untuk menyediakan tempat tinggal yang lebih layak di luar Bukares, banyak dari mereka yang enggan meninggalkan saluran pembuangan tersebut karena ragu akan kebenaran janji-janji yang diucapkan oleh Bruce Lee selama bertahun-tahun.
Ditengah Gemerlapnya Kota Las Vegas, Masih Ada yang Terpaksa Hidup di Terowongan
Sekitar 300 individu tinggal di dalam terowongan bawah tanah di Las Vegas, AS, yang telah ada sejak tahun 1990-an. Meskipun terowongan ini telah menjadi tempat tinggal bagi banyak gelandangan sejak pembuatannya, keberadaannya secara publik menjadi terkenal setelah digunakan sebagai tempat persembunyian oleh seorang pembunuh bernama Timmy “T.J.” Weber pada tahun 2002.
Menurut dokumentasi oleh Matthew O’Brien, mayoritas penghuni terowongan ini adalah orang-orang dengan berbagai masalah fisik, mental, dan sosial. Mereka memilih terowongan ini daripada rumah penampungan karena berbagai alasan. Beberapa karena tidak dapat membawa hewan peliharaan, sementara yang lain mungkin terlalu mabuk untuk diizinkan masuk ke rumah penampungan. Sebagian merasa lebih aman di jalanan atau dalam terowongan bawah tanah daripada di rumah penampungan.
Penduduk terowongan ini melakukan berbagai aktivitas untuk melupakan masalah mereka, termasuk penggunaan narkoba dan berjudi. Namun, terowongan ini seringkali mengalami banjir saat hujan deras melanda Las Vegas, sehingga para penghuninya harus berhati-hati agar barang-barang mereka tidak terancam oleh air.
Coober Perdy, Hunian Bawah Tanah yang Nyaman
Berbeda dengan keadaan sebelumnya yang membuat penduduknya terpaksa tinggal di lingkungan saluran pembuangan yang kotor, Coober Pedy di Australia merupakan tempat yang secara resmi dibangun untuk dihuni. Oleh karena itu, meskipun terletak di bawah tanah, Coober Pedy nyaman untuk dihuni, berbeda dengan sebelumnya yang kumuh dan tidak nyaman. Selain menjadi satu-satunya kota bawah tanah di dunia, Coober Pedy juga dikenal karena memiliki banyak cadangan batu opal. Lokasi Coober Pedy yang terletak di tengah gurun membuat suhu di sana dapat mencapai 52 derajat Celsius, sehingga kota ini akhirnya dipindahkan ke bawah tanah.
Di kota bawah tanah ini, terdapat lebih dari 1.500 rumah yang nyaman untuk dihuni, dilengkapi dengan perabotan rumah tangga layaknya rumah biasa. Namun, fasilitas kamar mandi dan dapur tidak tersedia di dalam rumah, sehingga penduduk harus naik ke permukaan untuk memasak dan mandi. Meskipun harga rumah di Coober Pedy sebanding dengan harga rumah biasa di permukaan tanah, penduduk memiliki kebebasan untuk memodifikasi rumah mereka sesuai keinginan, termasuk menambah ruangan atau memperluas rumah melalui proses pengeboran. Proses pengeboran juga memberikan kesempatan kepada penduduk untuk menemukan batu opal, yang dapat dijual dengan harga tinggi.
Pingback: Gao Meiyun, Kisah Nenek 70 Tahun Pengangkat Galon | UnoGG